Berbicara mengenai awal mula terbentuknya bahasa, tentu banyak sekali pendapat demi pendapat yang coba dikemukakan oleh para ahli maupun orang-orang terdahulu. Berbagai macam pendapat tersebut menunjukkan ketiak jelasan awal mula terbentuknya sebuah bahasa.
Jika kita menelusuri jejak kehidupan nenek moyang manusia di muka bumi sejak lima ratus ribu tahun yang silam, kita tidak pernah menemukan bukti-bukti langsung mengenai bahasa nenek moyang kita tersebut.
Cerita dari Mesir, bahwa sekitar abad ke-17 SM Raja Mesir Psammetichus mengadakan eksperimen terhadap bayi yang dibesarkan di hutan belantara dengan pola pengasuhan yang tanpa bersentuhan dengan pemakaian bahasa apapun. Setelah berusia dua tahun, bayi tersebut dilaporkan oleh pengasuh suruhan istana dapat mengucapkan kata pertamanya “becos” yang berarti “roti”, dalam bahasa Phrygia (bahasa Mesir kuno). Dan cerita ini, banyak orang Mesir yang mempercayai bahwa bahasa Mesirlah yang merupakan bahasa yang pertama dikuasai manusia, sekaligus diklaim sebagai bahasa yang pertama kali ada di muka bumi.
Akhir abad 18 sampai awal abad 19 ilmuwan Eropa mengasumsikan bahwa bahasa di dunia merefleksikan bermacam tingkatan perkembangan dari primitif sampai ucapan tingkat lanjut, mencapai puncaknya pada bahasa Indo-Eropa, dianggap sebagai yang berkembang.
Linguistik modern tidak muncul sampai akhir abad 18, dan tesis Romantisme atau animisme dari Johann Gottfried Herder dan Johann Christoph Adelung masih berpengaruh sampai abad 19. Pertanyaan mengenai asal mula bahasa tampak tidak dapat dimasuki pendekatan metodis, dan pada tahun 1866 en:Linguistic Society of Paris secara terkenal melarang semua diskusi mengenai asal mula bahasa, menganggapnya sebagai masalah yang tidak terjawab. Meningkatnya pendekatan sistematik terhadap sejarah linguistik berkembang pada abad 19, mencapai puncaknya pada en:Neogrammarian ajaran dari en:Karl Brugmann dan lainnya.
Walaupun begitu, ketertarikan ilmuwan terhadap pertanyaan dari asal mula bahasa secara berangsur-angsur hidup kembali sejak tahun 1950-an (dan secara kontroversial) dengan ide-ide seperti tatabahasa universal, enmass comparison dan en:glottochronology.
"Asal mula bahasa" sebagai subjek tersendiri memunculkan pembelajaran dalam neurolinguistics, psycholinguistics dan evolusi manusia. Linguistic Bibliography memperkenalkan "Origin of language" sebagai topik terpisah pada tahun 1988, sebagai sub-topik dari psycholinguistics. Institut penelitian khusus terhadap evolusi linguistik adalah fenomena baru, muncul sejak tahun 1990-an.
Dalam versi yang lain lagi, Goropus Becanus, seorang bangsa Belanda, mengemukakan pendapat bahwa bahasa yang dipergunakan oleh Adam adalah bahasa Belanda. Seorang filsuf Jerman, Leibniz mengemukakan pandangan bahwa semua bahas di dunia berasal dari bahasa Proto. Namun, baik pendapat Kemke, Goropus, maupun pendapat Leibniz tidak didukung oleh bukti bukti yang sahih, sehingga pendapat mereka dianggap sebagai hasil rekayasa imajinasi belaka.
Dengan kata lain, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya manusia yang pertama kali dalam menelusuni asal mula bahasa lebih bernuansa mitos karena tidak berdasar pada fakta dan teori yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Terdapat beberapa teori yang ada, bahwa bahasa bersumber dari Tuhan, bunyi alam, isyarat lisan, dan teori yang mendasarkan pada kemampuan manusia secara fisiologis.
Menurut pandangan yang menyebutkan bahwa bahasa bersumber dari Tuhan. Dalam kitab suci agama Islam misalnya disebutkan bahwa Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh Allah dengan berbagai kemampuan yang dibekalkan kepadanya, termasuk kemampuan berbahasa (Q.S. Al Baqarah: 31 dan Q.S. Ar-Rum: 22).
Akan tetapi, lain lagi jika menurut kisah ‘Kejadian’ (Injil, Kejadian 2:19) bahwa manusia diciptakan dalam imajinasi Tuhan dan kemampuan bahasa merupakan salah satu dari sifat manusia.
Dalam kebanyakan agama diyakini bahwa Tuhan melengkapi penciptaan manusia dengan bahasa. Namun, berbagai kisah dalam agama-agama itu belum membantu untuk mengetahui dan mengungkap apa sesungguhnya bahasa, serta bagaimana manusia memulai penggunaan bahasa.
Dalam pandangan beberapa aliran agama, sebut saja aliran kepercayaan yang dianut masyarakat Baduy di daerah Banten Selatan (Provinsi Banten), diyakini bahwa nenek moyang mereka adalah cikal bakal manusia di dunia dan bahasa yang digunakan oleh nenek moyang mereka itu adalah bahasa Sunda seperti yang mereka gunakan saat sekarang.
Pandangan lain tentang asal mula bahasa ini didasarkan pada konsep bunyi-bunyi alam. Salah seorang filsuf Yunani yang bemama Socrates, menyatakan bahwa onomatopea atau peniruam bunyi-bunyi alam merupakan dasar asal mula bahasa dan merupakan alasan mengapa nama “yang benar” dapat ditemukan untuk benda-benda yang dapat menghasilkan bunyi. Menurut pandangan ini, kata-kata yang paling sederhana dapat merupakan tiruan bunyi alam yang didengar manusia dan lingkungannya.
Sejalah dengan pandangan Socrates, Max Mueller (1825-1900) seorang bangsa Jerman mengemukakan Dingdong Theory atau Nativistic Theory yang meyakini bahwa bahasa timbul secara alamiah karena manusia mempunyai insting yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi ujaran bagi setiap pesan yang datang dari luar termasuk dalam meniru bunyi-bunyi alam.
Teori lain yang disebut Teori Bow-bow atau Echoic Theory menjelaskan bahwa bahasa manusia merupakan tiruan bahasa alam, misalnya suara halilintar, kicauan burung, bunyi hujan, bunyi gesekan daun, dan bunyi-bunyi lainnya akan merupakan sumber bahasa.
Teori-teori yang dikemakakan Socrates, Max Mueller, dan Teori Bow-bow ternyata mendapat banyak kritik, karena teori-teori tersebut tidak dapat membuktikan semua ‘kata’ dapat dihubungkan dengan bunyi-bunyi alam.
Suara yang sama seringkali ditafsirkan secara berbeda-beda oleh orang-orang yang berlainan, misalnya dalam menirukan suara kokok ayam jantan, orang Jawa menyebutnya “kukuruyuk”, orang Sunda menyebut kongkorongok’, orang Prancis dan Spanyol menyebut “cocorico”, orang Cina menyebut “wang-wang”, sedangkan orang Inggris menyebut “cock a doodle do”.
Teori yang lain adalah Teori Interjeksi (Interjection Theory) atau Teori Pooh-pooh yang berpandangan bahwa bahasa manusia berasal dari dorongan dan ungkapan emosi, misalnya rasa sakit, takut, senang, marah, atau sedih. Menurut teori ini, bunyi “ha... ha...” timbul karena dorongan rasa gembira, bunyi “uuh. .“ timbul karena rasa sakit, bunyi “wow...” muncul karena rasa kaget.
Pada abad ke-19, Darwin menyodorkan hipotesis bahwa bahasa lahir karena menirukan isyarat-isyarat yang dilakukan anggota tubuh yang lain. Menurut teori ini pula bahwa isyarat fisik dapat menjadi cara untuk menunjukkan serangkaian makna.
Selain teoni-teori sebagaimana dijelaskan di atas, masih ada teori lain mengenai asal mula bahasa dengan fokus pada aspek-aspek fisik manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Akan tetapi, dari berbagai pendapat yang mengemukakan tentang asal atau pun sumber bahasa pertama kali, saya berpendapat bahwa bahasa pada dasarnya ialah hasil kesepakatan baik yang disengaja maupun tidak di sengaja baik symbol maupun lisan yang mendukung proses komunikasi antara satu dengan yang lainnya.
Kesepakatan tersebut terjadi begitu saja sejalan dengan pencetus pertama symbol bahasa tersebut. Misalnya saja sebuah benda yang tiba-tiba muncul di suatu daerah, benda tersebut tentu pada mulanya belum memiliki nama disebabkan kemunculannya untuk pertama kali. Sehingga orang yang pertama melihat dapat memberikan nama yang menggambarkan benda tersebut.
Ketika penemu pertama mengabarkan kepada masyarakat lain tentang benda tersebut tentu penemunya sudah memberikan nama untuk menggambarkan benda tersebut sehingga masyarakat yang mendengar nama dari benda tersebut sdah dapat sedikit tergambar akan bentuk dan wujudnya. Begitupun kasusnya dengan symbol bahasa yang lain.
Hal ini di dukung dengan keadaan yang sebenarnya yang kita lihat saat ini. Dimana di negeri kita saja terdapat berbagai macam bahasa mulai dari bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Papua, bahasa Aceh dan masih banyak lagi yang lainnya sehingga saya menyimpulkan bahwa bahasa terbentuk oleh hasil kesepakatan dari masingmasing manusia yang mendiami suatu daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar